PERNIKAHAN
A.PENGERTIAN DAN HUKUM NIKAH
Pernikahan merupakan akad yang menghalalkan adanya pergaulan antara laki-laki dan perempuan.Menikah tentunya yang sama kita ketahui memiliki hukum tersendiri yaitu menyesuaikan kondisi bagi muslim yang akan melaksanakan salah satu syariat Islam ini.
Allah SWT berfirman:
وَاِنْ خِفْتُمْ اَ لَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَـكُمْ مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَ لَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَـكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰۤى اَلَّا تَعُوْلُوْا ۗ
"Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 3)
Rasulullah shalallahu wassalam bersabda:
إِذَا تَزَوَّجَ الْعَبْدُ، فَقَدِ اسْـتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّيْـنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِيْمَـا بَقِيَ.
“Jika seorang hamba menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya; oleh karena itu hendaklah ia bertakwa kepada Allah untuk separuh yang tersisa.”
Adapun dalam hadis diatas Rasulullah sangat menganjurkan ummatnya untuk menikah agar separuh agamanya menjadi sempurna.Dapat diambil kesimpulan melalui jumhur ulama, hukum menikah ialah mubah. Akan tetapi hukum berlangsungnya pernikahan dapat berubah, berikut penjelasannya.
1.Mubah
Hukum asal pernikahan adalah mubah.Hukum ini berlaku bagi seseorang yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan jika atau mengharamkannya.
2.Sunnah
Hukum ini berlaku bagi seseorang yang memiliki bekal untuk hidup berkeluarga,mampu secara jasmani dan rohani untuk menyongsong kehidupan berumah tangga dan dirinya tidak khawatir terjerumus dalam praktik perzinaan.
3.Wajib
Hukum yg berlaku bagi siapapun yang telah mencapai kedewasaan jasmani dan rohani,memiliki bekal untuk menafkahi istri dan khawatir dirinya akan terjerumus dalam perbuatan keji (zina) jika hasratnya untuk menikah tak diwujudkan.
4.Makruh
Hukum yang berlaku bagi seseorang yang belum mempunyai bekal untuk menafkahi keluarganya,walaupun dirinya telah siap secara fisik untuk menyongsong kehidupan berumah tangga dan ia tidak khawatir terjerumus dalam praktik perzinaan.Hingga data waktu yang paling tepat untuknya menikah.Baginya disarankan untuk memperbanyak puasa guna meredam gejolak syahwat nya kalau dirinya telah memiliki bekal untuk menafkahi keluarganya ia diperintahkan untuk bersegera menikah.
5.Haram
Hukum ini berlaku bagi seseorang yang menikah dengan tujuan menyakiti istrinya mempermainkannya serta memeras hartanya.
B.NIKAH YANG DILARANG SYARIAT ISLAM
Kembali kepada hukum asal berlangsungnya pernikahan yaitu mubah, akan tetapi Allah memiliki aturan tersendiri dalam mengatur syariat bagi hamba-nya. Dimana Allah melarang pernikahan apabila masuk ke dalam kriteria sebagai berikut:
1. Nikah Syighar
Definisi nikah ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
وَالشِّغَارُ أَنْ يَقُوْلَ الرَّجُلُ لِلرَّجُلِ: زَوِّجْنِي ابْنَتَكَ وَأُزَوِّجُكَ ابْنَتِي أَوْ زَوِّجْنِي أُخْتَكَ وَأُزَوِّجُكَ أُخْتِي.
“Nikah syighar adalah seseorang yang berkata kepada orang lain, ‘Nikahkanlah aku dengan puterimu, maka aku akan nikahkan puteriku dengan dirimu.’ Atau berkata, ‘Nikahkanlah aku dengan saudara perempuanmu, maka aku akan nikahkan saudara perempuanku dengan dirimu.”
Dalam hadits lain, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ شِغَارَ فِي اْلإِسْلاَمِ.
“Tidak ada nikah syighar dalam Islam.”
Hadits-hadits shahih di atas menjadi dalil atas haram dan tidak sahnya nikah syighar. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak membedakan, apakah nikah tersebut disebutkan mas kawin ataukah tidak.
2. Nikah Tahlil
Yaitu menikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita yang sudah ditalak tiga oleh suami sebelumnya. Lalu laki-laki tersebut mentalaknya. Hal ini bertujuan agar wanita tersebut dapat dinikahi kembali oleh suami sebelumnya (yang telah mentalaknya tiga kali) setelah masa ‘iddah wanita itu selesai.
Nikah semacam ini haram hukumnya dan termasuk dalam perbuatan dosa besar. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُحَلِّلَ وَالْمُحَلَّلَ لَهُ.
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaknat muhallil dan muhallala lahu.” [5][6]
3. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah disebut juga nikah sementara atau nikah terputus. Yaitu menikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita dalam jangka waktu tertentu; satu hari, tiga hari, sepekan, sebulan, atau lebih.
Para ulama kaum muslimin telah sepakat tentang haram dan tidak sahnya nikah mut’ah. Apabilah telah terjadi, maka nikahnya batal!
Telah diriwayatkan dari Sabrah al-Juhani radhiyal-laahu ‘anhu, ia berkata,
أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمُتْعَةِ عَامَ الْفَتْحِ حِيْنَ دَخَلْنَا مَكَّةَ، ثُمَّ لَمْ نَخْرُجْ مِنْهَا حَتَّى نَهَانَا عَنْهَا.
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan kami untuk melakukan nikah mut’ah pada saat Fat-hul Makkah ketika memasuki kota Makkah. Kemudian sebelum kami meninggalkan Makkah, beliau pun telah melarang kami darinya (melakukan nikah mut’ah).”
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ! إِنِّي قَدْ كُنْتُ أَذِنْتُ لَكُمْ فِي اْلاِسْتِمْتَاعِ مِنَ النِّسَاءِ، وَإِنَّ اللهَ قَدْ حَرَّمَ ذَلِكَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
“Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya aku pernah mengijinkan kalian untuk bersenang-senang dengan wanita (nikah mut’ah selama tiga hari). Dan sesungguhnya Allah telah mengharamkan hal tersebut (nikah mut’ah) selama-lamanya hingga hari Kiamat.”
4. Nikah Dalam Masa ‘Iddah.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ
“Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah, sebelum habis masa ‘iddahnya.” [Al-Baqarah : 235]
5. Nikah Dengan Wanita Kafir Selain Yahudi Dan Nasrani.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun ia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke Neraka, sedangkan Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” [Al-Baqarah : 221]
6. Nikah Dengan Wanita-Wanita Yang Diharamkan Karena Senasab dan sebab Sepersusuan.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perem-puanmu, ibu-ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuan yang satu susuan denganmu, ibu-ibu isterimu (mertua), anak-anak perempuan dari isterimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum mencampurinya (dan sudah kamu ceraikan) maka tidak berdosa atasmu (jika menikahinya), (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [An-Nisaa’ : 23]
7. Nikah Yang Menghimpun Wanita Dengan Bibinya, Baik Dari Pihak Ayahnya Maupun Dari Pihak ibunya.
Berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ يُجْمَعُ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا وَلاَ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَخَالَتِهَا.
“Tidak boleh dikumpulkan antara wanita dengan bibinya (dari pihak ayah), tidak juga antara wanita dengan bibinya (dari pihak ibu).”
8. Nikah Dengan Isteri Yang Telah Ditalak Tiga.
Wanita diharamkan bagi suaminya setelah talak tiga. Tidak dihalalkan bagi suami untuk menikahinya hingga wanitu itu menikah dengan orang lain dengan pernikahan yang wajar (bukan nikah tahlil), lalu terjadi cerai antara keduanya. Maka suami sebelumnya diboleh-kan menikahi wanita itu kembali setelah masa ‘iddahnya selesai.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ۗ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Kemudian jika ia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum ia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas isteri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan.” [Al-Baqarah : 230]
Wanita yang telah ditalak tiga kemudian menikah dengan laki-laki lain dan ingin kembali kepada suaminya yang pertama, maka ketententuannya adalah keduanya harus sudah bercampur (bersetubuh) kemudian terjadi perceraian, maka setelah ‘iddah ia boleh kembali kepada suaminya yang pertama. Dasar harus dicampuri adalah sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ، حَتَّى تَذُوْقِى عُسَيْلَتَهُ وَيَذُوْقِى عُسَيْلَتَكِ.
“Tidak, hingga engkau merasakan madunya (bersetubuh) dan ia merasakan madumu.”
9. Nikah Pada Saat Melaksanakan Ibadah Ihram.
Orang yang sedang melaksanakan ibadah ihram tidak boleh menikah, berdasarkan sabda Nabi shallal-laahu ‘alaihi wa sallam:
اَلْمُحْرِمُ لاَ يَنْكِحُ وَلاَ يَخْطُبُ.
“Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah atau melamar.”
10. Nikah Dengan Wanita Yang Masih Bersuami.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
“Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami…” [An-Nisaa’ : 24]
11. Nikah Dengan Wanita Pezina/Pelacur.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
“Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang mukmin.” [An-Nuur : 3]
Seorang laki-laki yang menjaga kehormatannya tidak boleh menikah dengan seorang pelacur. Begitu juga wanita yang menjaga kehormatannya tidak boleh menikah dengan laki-laki pezina. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ ۖ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ ۚ أُولَٰئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ ۖ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rizki yang mulia (Surga).” [An-Nuur : 26]
Namun apabila keduanya telah bertaubat dengan taubat yang nasuha (benar, jujur dan ikhlas) dan masing-masing memperbaiki diri, maka boleh dinikahi.
Ibnu ‘Abbas ra pernah berkata mengenai laki-laki yang berzina kemudian hendak menikah dengan wanita yang dizinainya, beliau berkata, “Yang pertama adalah zina dan yang terakhir adalah nikah. Yang pertama adalah haram sedangkan yang terakhir halal.”
12. Nikah Dengan Lebih Dari Empat Wanita.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ
“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat…” [An-Nisaa’ : 3]
Ketika ada seorang Shahabat bernama Ghailan bin Salamah masuk Islam dengan isteri-isterinya, sedangkan ia memiliki sepuluh orang isteri. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memilih empat orang isteri, beliau bersabda,
أَمْسِكْ أَرْبَعًا وَفَارِقْ سَائِرَهُنَّ.
“Tetaplah engkau bersama keempat isterimu dan ceraikanlah selebihnya.”
Juga ketika ada seorang Shahabat bernama Qais bin al-Harits mengatakan bahwa ia akan masuk Islam sedangkan ia memiliki delapan orang isteri. Maka ia mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan men-ceritakan keadaannya. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اخْتَرْ مِنْهُنَّ أَرْبَعًا.
“Pilihlah empat orang dari mereka.”
PERCERAIAN
A.PENGERTIAN DAN HUKUM PERCERAIAN
Thallaq ialah melepaskan tali ikatan pernikahan dari pihak suami dengan menggunakan lafaz tertentu.Dalam Islam thalaq merupakan perbuatan yang halal tapi sangat dibenci oleh Allah SWT.
Rasulullah saw bersabda
أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى الطَّلَاقُ
“Halal yang paling dibenci Allah adalah thalak.”
Hadis ini diriwayatkan Abu Daud no. 2180 dari jalur Katsir bin Ubaid, dari Muhammad bin Khalid, dari Muarrif bin Washil, dari Muharib bin Ditsar.
Dapat disimpulkan dari hadits di atas hukum talak adalah makruh. Akan tetapi hukum tersebut bisa berubah dalam kondisi-kondisi tertentu sebagaimana pemaparan berikut ini :
1.Wajib
Yaitu perceraian yang sudah ditetapkan oleh dua juru damai dari keluarga suami dan istri, lalu keduanya menetapkan bahwa suami istri tersebut harus dipisahkan sebagaimana yang digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya surat an-Nisa: 35.
Juga yang termasuk dalam perceraian yang wajib adalah kalau seorang suami bersumpah untuk tidak mengumpuli istrinya lagi, maka setelah masa tunggu selama empat bulan, wajib bagi suami menceraikan istrinya kalau dia tidak mau rujuk kembali. Sebagaimana yang digambarkan oleh Allah dalam firman-Nya surat Al-Baqarah: 226.
2. Sunah
Terkadang perceraian itu dianjurkan dalam beberapa keadaan, seperti jika si istri adalah wanita yang kurang bisa menjaga kehormatannya, atau dia adalah wanita yang meremehkan kewajibannya kepada Allah, dan suami tidak bisa mengajari atau memaksanya untuk menjalankan kewajiban seperti sholat, puasa, atau lainnya. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa dalam keadaan yang kedua ini wajib untuk menceraikannya.
3. Mubah
Contohnya apa yang dikatakan oleh Imam Ibnu Qudamah, “Perceraian itu mubah kalau perlu untuk melaksanakannya, disebabkan oleh akhlak istri yang jelek dan suami merasa mendapatkan mafsadah dari pergaulan dengannya tanpa bisa mendapatkan tujuan dari pernikahannya tersebut.” (Al-Mughni, 10:324)
4. Makruh
Yaitu perceraian tanpa sebab syar’i. Imam Said bin Manshur no.1099 meriwayatkan dari Abdullah bin Umar dengan sanad shahih mauquf, bahwasanya beliau menceraikan istrinya, maka istrinya pun berkata, “Apakah engkau melihat sesuatu yang tidak engkau senangi dariku?” Ibnu Umar menjawab, “Tidak.” Maka dia pun berkata, “Kalau begitu, kenapa engkau menceraikan seorang wanita muslimah yang mampu menjaga kehormatannya?” Maka akhirnya Ibnu Umar pun merujuknya kembali.
5. Haram
Di antaranya adalah menceraikan istri saat haidh atau suci, namun sudah berjima' dengannya. Dan inilah yang dinamakan dengan talak bid’ah yang keharamannya disepakati oleh para ulama sepanjang masa.
(Lihat Al-Mughni, 10:323, Ad Dur al-Mukhtar Ibnu Abidin, 3:229), Mughnil Muhtaj, 3:307, Jami Ahkamin Nisa, 4:18)
B.SYARAT DAN RUKUN THALAQ
Rukun thalaq ada tiga yaitu suami,istri dan ucapan thalaq.Adapun syarat-syarat dari setiap ketiganya sebagaimana berikut.
•Suami
a).Ada ikatan pernikahan yang sah dengan istri
b).Baligh
c).Berakal
d).Tidak dipaksa
•Istri
a). Mempunyai ikatan pernikahan yang sah dengan suami
b). Masih dalam masa iddah thalaq Raj'i yang dijatuhkan sebelumnya
C.MACAM MACAM THALAQ
1.Ditinjau dari proses menjatuhkannya
a).Thalaq dengan ucapan
1).Sarih(Tegas) yaitu mengungkapkan lafaz talak yang tidak mungkin dipahami makna lain kecuali thalaq semisal ungkapan seorang suami kepada istri yang ditalak "engkau sudah berpisah denganku !"
2).sindiran yaitu mengungkapkan suatu lafaz yang memiliki kemungkinan makna thalaq atau yang lainnya.Semisal ungkapan seorang suami kepada istri yang dithalaq "pulanglah engkau ke rumah orang tuamu" thalaq dengan sindiran harus disertai niat muthalaq.
b).Thalaq dengan Tulisan
c).Thalaq dengan isyarat. Jenis thalaq ini hanya berlaku bagi seseorang yang tidak dapat berbicara atau menulis.
2. Ditinjau dari segi jumlahnya
a). Thalaq satu ,yaitu thalaq satu yang pertama kali dijatuhkan suami kepada istrinya.
b).Thalaq dua, yaitu thalaq yang dijatuhkan suami kepada istrinya untuk yang kedua kalinya.
c).Thalaq Tiga, yaitu thalaq yang dijatuhkan suami kepada istrinya untuk yang ketiga kalinya
Pada thalaq 1 dan 2 suami boleh rujuk kepada istri sebelum masa iddah berakhir atau dengan akad baru bila masa iddah telah habis.Akan tetapi pada talak 3 suami tidak boleh rujuk dengan istrinya kecuali jika ia telah menikah dengan laki-laki lain,pernah melakukan hubungan biologis dengannya,kemudian ia dicerai dalam kondisi normal bukan karena adanya konspirasi antara suami baru yang mencarinya dengan suami sebelumnya yang menjatuhkan talak tiga padanya.Sebagaimana hal ini terjadi pada nikah tahlil yang diharamkan syariat.
3.Ditinjau dari segi keadaan istri
a).Thalaq Sunah, yaitu thalaq yang dijatuhkan kepada istri yang pernah dicampuri ketika istri:
1). Dalam keadaan suci dan saat itu ia belum dicampuri.
2). Ketika hamil dan jelas kehamilannya.
b).Thalaq bid'ah yaitu thalaq yang dijatuhkan kepada istri ketika istri:
1).Dalam keadaan haid.
2).Dalam keadaan suci yang pada waktu itu ia sudah dicampuri suami.Thalaq bid'ah hukumnya haram.
c).thalaq bukan sunnah dan bukan bid'ah yaitu thalaq yang dijatuhkan kepada istri yang belum pernah dicampuri dan belum haid karena masih kecil.
4. ditinjau dari segi boleh atau tidaknya
rujuk
a). Thalaq Raj'i ,yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istri dimana istri boleh dirujuk kembali sebelum masa iddah berakhir
b).Thalaq Bain, yaitu talak yang menghalangi suami untuk rujuk kembali kepada istrinya. Thalaq bain ini dibagi menjadi dua yaitu :
1.Thalaq Bain Kubra,yaitu talak 3 sebagaimana Allah sampaikan dalam Al Quran surah Al Baqarah ayat 230
2.Thalaq Bain Sugra,Thalaq yang menyebabkan iatri tidak boleh dirujuk akan tetapi ia boleh dinikahi kembali dengan akad.
PENUTUP
Demikianlah pemaparan materi fikih kelas 11 bab Nikah,artikel ini dimuat dikarenakan salah satu tugas dan kewajiban sebagai seorang penuntut ilmu yang diberikan oleh Ustadz bidang studi Fikih (Ustazd Farkun QH.Spd.I).dan Semoga beliau selalu dilindungi dan kita sama sama mendapatkan cucuran rahmat dari-Nya atas segala pelaksanaan kewajiban yang telah di laksanakan yang Isnyallaah dengan sebaik baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Dapartemen Agama,2015.Buku Siswa Fikih XI,Jakarta:Depag,cet.ke-1
https://konsultasisyariah.com/10505-shahihkah-hadis-allah-membenci-perceraian.html
Naharudin
Pancor,Selong,NTB